Sejarah Hari Pertahanan Sipil (HANSIP) 19 April 1972
Keputusan
Presiden Nomor 55 Tahun 1972 disebutkan, seluruh rakyat atas dasar
kewajiban dan kehormatan, dan sesuai dengan kemampuan individualnya
harus diikutsertakan dalam segala usaha Pertahanan/Keamanan dan bersama
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. “Organisasi Pertahanan Sipil dan
Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakyat dalam Sistem Pertahanan dan
Keamanan Rakyat Semesta tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat”.
Pertimbangan pencabutan Keppres Nomor 55 Tahun 1972 disesuaikan
dengan perkembangan zaman untuk mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2010 tentang pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, yang menyebutkan
tugas dan fungsi yang berkaitan dengan ketertiban umum, ketentraman
masyarakat, dan perlindungan masyarakat saat ini sudah dilaksanakan oleh
Satuan Polisi Pamong Praja.
Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2014 ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan, bunyi Pasal 2 Perpres yang diundangkan oleh Menteri Hukum
dan HAM Amir Syamsudin. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui
Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2014 mencabut Keputusan Presiden Nomor
55 Tahun 1972 tentang Penjempurnan Organisasi Pertahanan Sipil (Hansip)
dan Organisasi Perlawanan dan Keamanan Rakjat (Wankamra) Dalam Rangka
Penertiban Pelaksanaan Sistim Hankamrata. Peraturan Presiden tersebut
ditandatangani pada 1 September 2014.
Pada tanggal 20 Mei 1960, Indonesia secara resmi terdaftar sebagai
anggota Internasional Civil Defence Organisation (ICDO), yang kemudian
mengilhami pembentukan organisasi Pertahanan Sipil secara formal pada
tangal 19 April 1962 yang selanjutnya kita jadikan sebagai Hari Ulang
Tahun Pertahanan Sipil (HUT HANSIP).
Pada tahun 1972, berdasarkan keppres No. 55 Tahun 1972, organisasi
Pertahanan Sipil disempurnakan menjadi organisasi Pertahanan Sipil
(HANSIP) dan organisasi Perlawanan Rakyat dan Keamanan Rakyat (WANKAMRA)
dalam rangka penertiban pelaksanaan system Hankamrata. Sesuai dengan
Keppres tersebut, fungsi utama Pertahanan Sipil.
Berdasarkan Keppres No.56 Tahun 1972, pembinaan organisasi Pertahanan
SIpil yang bersifat non kombatan diserahkan kepada Departemen Dalam
Negeri, sementara pembinaan organisasi perlawanan rakyat dan keamanan
rakyat yang bersifat kombatan tetap berada di Departemen Pertahanan
Keamanan.
Dengan Keppres No. 55 dan 56 Tahun 1972 itulah kita melakukan
pembinaan atas organisasi Pertahanan Sipil kita selama ini, kedua
Keppres tersebut hingga kini belum pernah dirubah ataupun dicabut.
Sebagai tindak lanjut dari dua Keppres di atas, Menhankam / Pangab
dan Mendagri dengan Keputusan Bersama Nomor Kep/37/IX/1975 dan Nomor 240
A Tahun 1975 telah menggariskan bahwa tugas pokok Hansip, Kamra dan
Wanra adalah :
Hansip membantu dan memperkuat pelaksanaan Hankamnas di bidang Perlindungan Masyarakat; Kamra membantu Polri dalam tugasnya dibidang Pemeliharaan Kamtibmas serta operasi Kamtibmas; Wanra membantu TNI dalam tugas operasi militer, baik dalam rangka operasi.
Dengan Undang-Undang No 20 Tahun 1982 tersebut sesung-guhnya
keberadaan Pertahanan Sipil dengan fungsi Perlindungan Masyarakat
semakin mendapatkan landasan yuridis yang kuat, tidak saja sebagai
fungsi tetapi juga Satuan dengan posisinya sebagai komponen khusus
pertahanan Negara.
Proses reformasi kemudian membawa implikasi yang signifikan bagi eksistensi Pertahanan Sipil. Perubahan paradigma di bidang pertahanan dan keamanan antara lain dalam bentuk pemisahan TNI dan POLRI, telah menghasilkan perubahan Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 menjadi Undang-Undang No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dalam dua Undang-Undang tersebut, baik pada Undang-Undang No. 2 Tahun
2002 maupun Undang-Undang No. 3 Tahun 2002, keberadaan Perlindungan
Masyarakat tidak lagi secara tegas disebutkan. Undang-Undang No. 3 Tahun
2002 hanya mengatur bahwa komponen-komponen Pertahanan Negara dalam
menghadapi bahaya ancaman militer dan non militer terdiri atas tiga
komponen yaitu : komponen Utama, Cadangan, dan Pendukung yang
masing-masing komponen akan diatur dengan Undang-Undang. Dengan terbitnya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, khususnya pasal 13 yang menyatakan bahwa urusan wajib yang
menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi diantaranya adalah
penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat termasuk di
dalamnya linmas, maka dengan demikian Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah.
Dapat kita memahami dan merasakan betapa sesungguhnya kehadiran
Hansip / Linmas sangat sentral dalam perjalanan hidup bangsa dengan
kontribusi yang telah diberikan dan peranan yang telah dimainkan oleh
Pertahanan Sipil / Linmas selama ini, mengingat kebutuhan masyarakat
yang begitu kompleks dimasa sekarang dan yang akan dating. Untuk itu
berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 6 Tahun 2010 tentang
Satuan Polisi Pamong Praja pada Pasal 4 menyatakan bahwa Satpol PP
mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum
dan ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat dan Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 44 Tahun 2010 tentang Ketentraman,
Ketertiban
dan Perlindungan Masyarakat pada Pasal 2 juga menyatakan Aparatur Satuan
Polisi Pamong Praja dan Satuan Perlindungan Masyarakat berlandaskan
pada prinsip-prinsip umum dan khusus dalam rangka pelaksanaan penegakan
Hak Asasi Manusia.
Kesimpulanya tugas, fungsi dan wewenang Hansip selama ini merupakan
dibawah naungan TNI, dan Hansip dihapuskan menjadi tugas dari Linmas
yang merupakan bagian dari Satpol PP sesuai dengan Undang-Undang 32
tahun 2004 dan Permendagri no 6 Tahun 2010. (sumber : Novear Ario – http://www.sumbarprov.go.id/)